Bisnis.com, JAKARTA— Adu kuat aplikasi penyedia layanan dompet digital di Tanah Air semakin ketat sejalan dengan masuknya investor bermodal jumbo.
Menjelang akhir kuartal II/2020, dua perusahaan teknologi raksasa asal Amerika Serikat, yakni Facebook Inc. dan PayPal Holdings, Inc., mengucurkan modalnya ke Gojek.
Dalam keterangan resminya pihak Facebook berencana mengembangkan bisnis dan meningkatkan inklusi keuangan di Indonesia. Selain itu, Facebook akan menggunakan salah satu unit usahanya, yakni WhatsApp, untuk memudahkan komunikasi antara pelaku usaha dan konsumen.
Tak menunggu lama, Facebook meluncurkan fitur WhatsApp baru berupa layanan pembayaran digital di Brasil. Fitur yang telah diuji di India pada 2018 akhirnya dirilis di tengah kondisi pandemi.
Brasil yang menjadi episenter virus corona di Amerika Latin pun tak menggoyah langkah Mark Zuckerberg untuk memperkenalkan fitur barunya bagi para pengguna WhatsApp. Melalui aplikasi yang selama ini dikenal untuk berkomunikasi itu, ,pengguna bisa mengirim dan menerima uang.
Dikutip dari BBC, Brasil yang merupakan asal 120 juta pengguna WhatsApp menjajal fitur anyar itu pertama kalinya. Adapun, peluncuran layanan itu ditujukan agar pelaku usaha kecil dan menengah bisa melakukan transaksi secara mudah antar pengguna WhatsApp.
Penyuntikan modal dan peluncuran fitur baru itu lantas membawa beberapa pertanyaan. Salah satunya, yakni apakah Gopay, dompet digital Gojek semakin besar atau justru mendapat pesaing baru dengan masuknya Facebook yang memiliki WhatsApp pay?
Bila membuka peta persaingan di layanan dompet digital, adu kuat semakin ketat karena pangsa pasar diperebutkan tidak hanya oleh perusahaan teknologi yang telah memiliki investasi di aplikasi lain seperti Gojek dan Grab. Melainkan, pemain yang disokong suntikan modal sejumlah badan usaha milik negara (BUMN) hingga aplikasi buatan bank besar di Tanah Air.
Dalam riset Rapyd, Asia Pasific eCommerce and Payment Guide 2020, yang dilakukan pada April 2020, menunjukkan transaksi daring menggunakan e-wallet tercatat telah melampaui penggunaan kartu debit dan ATM bank dalam sebulan terakhir.
Popularitas kartu debit perbankan kian menurun seiring dengan e-wallet yang banyak digunakan untuk melakukan transaksi harian.
“Konsumen lebih banyak memilih alat pembayaran e-wallet daripada transfer bank,” tulis riset tersebut, yang dikutip Bisnis, Jumat (12/6/2020).
Dompet digital Ovo berada pada peringkat pertama sebagai alat pembayaran yang paling sering digunakan, tercatat sebesar 60 persen dalam sebulan terakhir. Sementara itu, kartu debit, menempati posisi kedua yakni sebesar 64 persen.
Baca Juga : New Normal, Begini Prospek Bisnis Dompet Digital |
---|
Transaksi menggunakan mesin ATM juga ternyata masih populer digunakan. Tercatat, penggunaan mesin ATM dalam sebulan terakhir adalah sebesar 64 persen. Transaksi menggunakan mesin ATM ini berada pada peringkat ketiga alat transaksi yang paling sering digunakan.
Meski transaksi digital berkembang sangat pesat, ternyata riset menunjukkan bahwa uang tunai juga masih marak digunakan.
Pembayaran berupa cash on delivery tercatat berada di peringkat kelima, yaitu sebesar 53 persen dan pembayaran tunai langsung di merchant berada di peringkat keenam, sebesar 43 persen.
Hal ini dikarenakan penetrasi gawai (smartphone) dan internet, masing-masingnya baru mencapai 40 persen dan 32 persen dari total seluruh penduduk di Indonesia.
Dengan demikian, peluang dan pasar untuk alat pembayaran digital dinilai masih sangat besar di Indonesia. Pelaku bisnis masih bisa memperbesar market share dengan menawarkan opsi alat pembayaran yang lebih luas kepada konsumen.
Lalu, dengan semakin ketatnya adu kuat bisnis dompet digital, siapakah yang bertahan menjadi jawaranya?