Bisnis.com, JAKARTA -- Neraca perdagangan Indonesia mencatatkan defisit tahunan pertama kali sejak 2014. Pemerintah diharapkan memperkuat kebijakan strategis untuk mengatasi defisit tersebut.
Neraca perdagangan Indonesia mengalami defisit senilai US$8,57 miliar sepanjang 2018. Defisit itu disebabkan oleh defisit migas yang mencapai US$12,4 miliar, sedangkan neraca perdagangan nonmigas masih surplus US$3,8 miliar.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat defisit minyak mentah pada 2018 senilai US$4,04 miliar. Nilai itu lebih tinggi ketimbang 2017 yang senilai US$1,7 miliar.
Defisit hasil minyak malah lebih besar lagi senilai US$15,94 miliar. Nilai itu membengkak dibandingkan dengan 2017 senilai US$12,88 miliar.
Di sisi lain, neraca gas masih surplus senilai US$7,5 miliar lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya US$6,02 miliar.
Pelebaran defisit neraca migas disesbabkan kenaikan harga minyak dunia dan depresiasi rupiah sepanjang tahun lalu.
Selain itu, impor migas besar karena Indonesia belum bisa memproses minyak mentah ke hasil minyak. Untuk itu, Indonesia harus memiliki kilang minyak yang memadai untuk proses minyak mentah demi menekan impor.
Adapun, sejumlah kebijakan pemerintah dinilai masih memerlukan waktu untuk melihat hasil implementasinya.
"Tahun lalu memang harga minyak meningkat pesat dan bersamaan ekonomi kita tumbuh tinggi sehingga permintaan BBM meningkat tajam. Penggunaan B20 setidaknya bisa mengerem impor BBM khususnya solar," ujar Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian Iskandar Simorangkir.
Upaya Pangkas Defisit
Sementara itu, ada beberapa upaya yang bisa dilakukan untuk memangkas defisit neraca perdagangan.
Pemerintah optimistis defisit dapat ditekan dengan mempertimbangkan beberapa alasan seperti, harga minyak yang diproyeksi turun karena kenaikan produksi global, capital inflow yang meningkat seiring perbaikan ekonomi nasional, dan dampak penggunaan B20 terhadap penurunan konsumsi minyak.
Dari data yang dihimpun Bisnis, program B20 akan memberikan dampak pengurangan defisit senilai US$1,53 miliar pada 2019. Lalu, peningkatan pariwisata akan memberikan dampak senilai US$1,05 miliar.