Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Saham FREN Lepas dari Geng Gocap, Ini Kisahnya

Harga saham FREN terus melejit seiring rumor merger yang datang bertubi-tubi. Namun, bagaimana sih FREN dari saham gocapan bisa melejit hingga sekarang?

Bisnis.com, JAKARTA – Harga saham PT Smartfren Telecom Tbk. bangkit dari level Rp50 sejak 2018. Isu rumor merger yang mencuat jadi pemicunya, meskipun belum terjadi.

Rumor merger muncul sejak 2017, kala itu ada produk bundling ponsel pintar Andromax dengan kartu perdana IM3, produk dari PT Indosat Tbk, di pasaran. Hal itu langsung memicu rumor Smartfren dan Indosat bakal merger.

Isu merger kian kencang pada awal 2018, Smartfren dikabarkan bakal merger dengan Indosat dan Hutchinson Tri. Namun, realisasi aksi korporasi itu tidak tampak hingga saat ini.

Mengawali 2019, isu merger Smartfren kembali mencuat, tetapi kali ini dengan perusahaan yang berbeda yakni, PT XL Axiata Tbk. Jawaban dari kedua pihak operator seluler itu pun tidak menyanggah, tetapi juga tidak mengiyakan.

Dalam catatan Bisnis.com, CEO XL Axiata Dian Siswarini merespons, semua operator saling berbicara untuk menggali potensi konsolidasi. Industri telekomunikasi memang membutuhkan konsolidasi agar bisa semakin baik.

“Kami tidak bisa memberikan informasi lebih jauh karena ini merupakan kewenangan pemegang saham mayoritas,” ujarnya.

Senada dengan Dian, Presiden Direktur Smartfren Merza Fachys mengatakan, konsolidasi adalah upaya untuk meningkatkan efisiensi industri telekomunikasi di Indonesia.

“Seperti apa konsolidasi perusahaan telekomunikasi, kami menunggu juga siapa dengan siapa yang cocok,” ujarnya

Kisah Awal Smartfren

 

Awalnya, Smartfren adalah dua perusahaan telekomunikasi yang berbeda. Kala itu, PT Mobile-8 Telecom mengusung merek Fren, sedangkan PT Smart Telecom membawa merek Smart.

Mobile-8 didirikan oleh PT Global Mediacom Tbk., yang merupakan induk usaha MNC Media milik Hary Tanoesoedibjo pada Desember 2002. Saat itu, Mobile-8 menjadi perusahaan telekomunikasi yang menggunakan code division multiple access (CDMA).

Pada era 2000-an awal, operator seluler dengan CDMA tengah menjadi primadona karena menawarkan tarif yang murah. Selain Fren, pesaing terdekatnya adalah Esia yang berada di bawah PT Bakrie Telecom Tbk.

Mobile-8 merilis produk Fren prabayar pada Desember 2003. Untuk mematangkan produk prabayar itu, perseroan mengakuisisi dua operator yakni, PT Komunikasi Seluler Indonesia (Komselindo) dan PT Metrosel.

Setelah merilis produk prabayar, Fren meluncurkan produk pasca bayar pada April 2004.

Di tahun yang sama, Mobile-8 Telecom kembali mengakuisisi PT Telekomindo Selular Raya (Telesera).

Perseroan pun mengonversi tiga operator yang diakuisisi, Komselindo, Metrosel, dan Telesera, menjadi menggunakan sistem seluler digital CDMA. Sebelumnya, ketiga operator itu menggunakan sistem seluler analog.

Rumor Mobile-8 Bakal Diakuisisi

 

Pada 2005, muncul isu Mobile-8 akan diakuisisi oleh Sinar Mas Grup. Hal itu makin terang setelah grup milik Eka Tjipta Widjaja itu mengaku telah bentuk konsorsium.

Konsorsium itu dibentuk untuk membeli saham mayoritas Mobile-8. Komposisi konsorsium itu juga melibatkan investor asing.

Entah berhubungan atau tidak dengan rencana akuisisi itu, Mobile-8 melakukan penawaran saham perdana atau initial public offering (IPO) pada 2006. Mobile-8 menawarkan harga saham perdana senilai Rp225 per saham.

Ketika resmi melantai di bursa, harga saham emiten berkode FREN itu langsung melejit Rp300 per saham. Dalam proses penawaran, harga saham emiten telekomunikasi itu sempat ditawar Rp380 per saham.

Indahnya masa-masa IPO tidak berlanjut, kinerja FREN memburuk. Perseroan mencatat kerugian Rp1,05 triliun pada kuartal III/2010. Nilai kerugian itu membengkak dibandingkan dengan sebelumnya senilai RP439,95 miliar.

Di tengah kondisi keuangan itu, FREN mengadakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) luar biasa untuk meminta restu akuisisi PT Smart Telecom dan melakukan rights issue.

PT Smart Telecom adalah perusahaan telekomunikasi yang berada di bawah Sinar Mas Grup. Lalu, aksi rights issue dilakukan untuk mendanai rencana akuisisi tersebut.

Menariknya, dalam rencana rights issue, ada tiga perusahaan yang menjadi pembeli siaga yakni, PT Bali Media Telekomunikasi, PT Wahana Inti Nusantara, dan PT Global Nusa Data.

Ketiga perusahaan itu adalah pemegang saham mayoritas Smart Telecom dan bagian dari Sinar Mas Grup.

Hasilnya, Sinar Mas Grup menyerap hampir seluruh saham baru Mobile-8 senilai Rp3,76 triliun. Harga pelaksanaan rights issue saat itu senilai Rp50 per saham.

Pasca proses rights issue dan akuisisi Smart Telecom rampung, Mobile-8 pun dimerger dengan perusahaan telekomunikasi milik Sinar Mas Grup tersebut. Namanya pun diubah menjadi PT Smartfren Telecom Tbk. hingga saat ini.

Kinerja Smartfren

Berdasarkan laporan keuangan kuartal III/2018, Smartfren mencatatkan kenaikan penjualan 19,01% menjadi Rp3,94 triliun dibandingkan periode sama pada tahun sebelumnya Rp3,31 triliun.

Dari segi keuntungan, FREN masih mencatatkan kerugian sebesar Rp2,5 triliun. Nilai itu sudah lebih rendah ketimbang kuartal III/2017 yang senilai Rp2,82 triliun.

Sampai sesi I perdagangan Selasa (26/2), harga saham FREN lanjut melejit 5,13% menjadi Rp328 per saham dengan kapitalisasi pasar Rp56,12 triliun.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Infografik Lainnya

Berita Terkini Lainnya

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper