Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Revolusi Industri 4.0, Inovasi, dan Kualitas SDM Indonesia

Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia masih perlu ditingkatkan agar mampu mengikuti tuntutan era Industri 4.0.

Bisnis.com, JAKARTA -- Revolusi Industri 4.0. Jargon itu kini sering disampaikan Pemerintah Indonesia ketika menyampaikan isu yang berkaitan dengan Sumber Daya Manusia dan daya saing industri lokal.

Gencarnya perubahan dan penetrasi digital memang menuntut Sumber Daya Manusia (SDM) yang lebih berkualitas dan mampu terus beradaptasi sesuai perkembangan teknologi. Sayangnya, pendidikan vokasi yang link and match dengan kebutuhan dunia industri belum dianggap maksimal.

Wakil Ketua Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bob Azam pernah mengatakan dalam 10 tahun ke depan, setidaknya 60 persen tenaga kerja perlu dilatih ulang keterampilan dan keahliannya. Alasannya, banyak lulusan sekolah vokasi dan pekerja yang kompetensinya belum sesuai kebutuhan Industri 4.0.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) adalah yang tertinggi dari semua tingkat pendidikan. Pada Februari 2019, angkanya 8,63 persen atau hanya turun tipis dari posisi setahun sebelumnya.

TPT menjadi indikator yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat penawaran tenaga kerja yang tidak digunakan atau tidak terserap oleh pasar kerja.

Sementara itu, lulusan Sekolah Dasar (SD) mendominasi penduduk bekerja di Indonesia. Pada Februari 2019, porsinya mencapai 40,51 persen.

Adapun porsi lulusan SMK baru menyentuh 11,31 persen dan lulusan universitas 9,75 persen. Padahal, siswa SMK digadang-gadang menjadi orang-orang yang siap langsung bekerja setelah lulus.

Harapan baru muncul dengan terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 2019 yang mengatur pemberian super deduction tax kepada usaha yang menyelenggarakan vokasi dan Research and Development (R&D). Lewat aturan ini, penyelenggara vokasi bisa mendapatkan pengurangan penghasilan bruto hingga 200 persen dari biaya penyelenggaraan vokasi, sedangkan R&D hingga 300 persen dari biaya penyelenggaraan R&D.

Mengacu pada Global Innovation Index 2019, Indonesia berada di peringkat 85 dari 129 negara paling inovatif di seluruh dunia. Negara tetangga, Singapura, menjadi satu-satunya negara Asia yang masuk 10 besar.

Wakil Kepala Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Ricky Pesik meminta pemerintah untuk juga menyiapkan ekosistem bagi talenta-talenta lokal Indonesia. Ekosistem ini dianggap sama pentingnya dengan pembentukan lembaga Manajemen Talenta Indonesia--yang dijanjikan bakal dibangun oleh Presiden Joko Widodo untuk melakukan identifikasi, fasilitasi, serta dukungan bagi anak-anak bertalenta.

“Talenta-talenta ini harus didukung kebijakan yang memungkinkan mereka accelerate. Tentu juga ada birokrasi untuk mendukungnya. Ini harus jadi perhatian. Kalau ada lembaga tapi talentanya tak bisa didorong dan diberi jalur untuk lari cepat, maka akan pusing sendiri talenta-talenta ini,” paparnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Lalu Rahadian
Editor : Annisa Margrit
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Infografik Lainnya

Berita Terkini Lainnya

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper