Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Perjalanan BUMI, Kisah Nyala Redup Saham Batu Bara Sejuta Umat

Perjalanan BUMI tidak semulus jalan tol. Berdiri sebagai perusahaan perhotelan dan properti, BUMI beralih lini usaha menjadi pertambangan pada 1998. Namun, berganti lini usaha bukan berarti lepas dari tantangan. Berikut kisah BUMI.

Bisnis.com, JAKARTA -- Perjalanan BUMI alias PT Bumi Resources Tbk. sangat melegenda di beberapa benak investor ritel Indonesia. Emiten itu pernah membuat investor ritel bahagia, tetapi juga kecewa karena nyala redup kinerja harga sahamnya.

BUMI bisa dibilang saham sejuta umat karena jika melihat demografi pemegang sahamnya, 77,33% sahamnya dipegang oleh publik. Sebanyak, 31,63% pemegang sahamnya adalah investor lokal perorangan. 

Dari data transaksi kuartal II/2019, BUMI menjadi salah satu emiten yang paling sering ditransaksikan pada sektor pertambangan. Total frekuensi transaksi BUMI di pasar reguler sebanyak 541.512 kali. Geliat transaksi BUMI hanya kalah dari PT Adaro Energy Tbk. di sektor pertambangan sepanjang kuartal kedua.

Namun, frekuensi transaksi yang tinggi bukan berarti harga saham ini langsung menjanjikan keuntungan besar kepada investornya, terutama investor ritel. 

Bumi Resources berdiri pada 26 Juni 1973 dengan nama PT Bumi Modern. Awalnya, perusahaan itu merambah sektor perhotelan dan pariwisata.

Pemegang saham BUMI saat pertama kali didirikan antara lain AJB Bumiputera 1912, Peter Sondakh, dan H.A Latief Thoyeb.

AJB Bumiputera perlahan menjadi pemegang saham mayoritas BUMI. Pada 1983, Bumiputera ambil alih saham BUMI dari Peter Sondakh, lalu pada 1985 perusahaan asuransi itu menguasai seluruh saham BUMI setelah ambil alih kepemilikan Latief Thoyeb.

Lima tahun kemudian, BUMI melepas 29% sahamnya ke publik dengan harga penawaran Rp4.500 per saham. Alhasil, BUMI pun meraup dana saham perdana Rp45 miliar. Dana itu digunakan untuk ekspansi bisnis perhotelan dan properti lainnya, seperti perkantoran.

Kala itu, Bumi Modern memiliki aset perhotelan Hyatt Regency Surabaya dan beberapa hotel lainnya.

Sayangnya era keemasan BUMI di sektor perhotelan mulai meredup sejak 1994 setelah mengalami kerugian Rp11,52 miliar. Di tengah kesulitan itu, PT Bakrie Capital Indonesia mengakuisisi 58,15% saham BUMI dari AJB Bumiputera.

Setahun setelah diakuisisi Bakrie, BUMI pun beralih lini usaha ke sektor pertambangan batu bara. Nama Bumi Modern berubah menjadi Bumi Resources.

Sayangnya, perjalanan BUMI di sektor batu bara tidak semulus jalan tol. Agresif mengakuisisi dan ekspansi di batu bara, laju BUMI di sektor pertambangan itu mulai terhambat karena terlilit utang.  Hal itu pun membuat laju saham BUMI mengalami pasang surut. 

Harga saham BUMI memang sempat bangkit hingga ke level Rp8.000-an per saham pada periode 2008. Nilai itu melonjak tinggi ketimbang periode 2005-2007 yang bergerak di kisaran Rp700 per saham - Rp900 per saham.

Namun, lonjakan harga saham itu hanya sementara. Dalam waktu kurang dari setahun, harga saham BUMI yang sempat ke Rp8.000-an amblas ke level Rp900-an.

Sampai penutupan perdagangan Senin (14/10/2019), harga saham BUMI bertengger di level Rp84 per saham dengan kapitalisasi pasar Rp5,37 triliun dan P/E ratio 1,72 kali.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Ahmad Rifai
Editor : Surya Rianto
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Infografik Lainnya

Berita Terkini Lainnya

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper