Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bisnis Ternak Ayam, Kisah Peternak Bisa Bertelur Cuan

Bisnis ternak ayam dinilai berisiko tinggi karena fluktuatifnya harga ayam broiler maupun pakannya. Namun, ada pula bisnis ternak ayam yang lebih stabil. Berikut ulasannya.

Bisnis.com, JAKARTA – Bisnis ternak ayam sempat menjadi sorotan ketika peternak mengeluh harga ayam broiler anjlok hingga membagikannya secara cuma-cuma. Namun, hal itu bukan berarti bisnis peternakan yang berhubungan dengan ayam tidak menguntungkan.

Di industri peternakan ayam ada jenis bisnis peternak ayam layer atau petelur yang dinilai memiliki prospek bagus.

Muhammad Idris, seorang peternak ayam petelur di Brebes, Jawa Tengah, berani meninggalkan pekerjaannya di Jakarta untuk meraup cuan lewat bisnis tersebut.

“Saya memulai bisnis peternak layer ini sekitar 1,5 tahun silam. Awalnya, saya masih bolak-balik Jakarta-Brebes untuk mengelola bisnis, tetapi saya memutuskan keluar dari kantor dan fokus menggarap bisnis peternak layer,” ujarnya kepada Bisnis.com pada Selasa (8/10/2019).

Idris membangun bisnis ayam petelur dengan modal Rp70 juta. Biaya itu digunakan untuk membangun kandang dengan kapasitas 800 ekor, serta perlengkapnnya. Selain itu, dana investasinya juga digunakan untuk membeli 300 ekor ayam petelur dewasa dan pakan ternaknya.

“Kalau lahan, saya enggak mengeluarkan biaya sepeser pun karena sudah punya aset lahan yang kosong,” ceritanya.

Saat ini, jumlah ayam petelur yang dimilikinya sudah bertambah 100% menjadi 600 ekor. Ekspansi itu dilakukannya lewat hasil perputaran modal awalnya.

Prospek Bisnis Ternak Ayam Petelur

Keputusan meninggalkan pekerjaan di ibu kota demi menggeluti bisnis ternak ayam petelur ini bukan muncul secara tiba-tiba. Idris menceritakan dirinya meminta pendapat kepada pihak-pihak terkait seperti, Kementerian Pertanian selaku regulator sampai asosiasi peternak ayam.

Secara industri, ada dua jenis bisnis peternakan ayam yang populer di Indonesia, yakni ayam broiler dan ayam petelur. Lalu, skema usahanya juga ada dua, yakni kemitraan dan mandiri.

Idris pun pilih jalan menjadi peternak ayam petelur dengan skema mandiri. Analisisnya, dia menilai harga ayam broiler tidak stabil.

“Peternak ayam broiler kalau enggak bermitra sulit untuk bertahan,” ujarnya.

Di sisi lain, kemitraan ternak ayam broiler juga tidak memberikan keuntungan yang menarik.

“Tipis untungnya, makanya ada istilah kuli di kandang sendiri untuk peternak ayam broiler yang menjalankan skema kemitraan,” ujarnya.

Dia pun menilai berternak ayam petelur lebih stabil karena fluktuasi harga telur tidak setinggi ayam broiler. Harga telur dinilainya tidak akan turun terlalu jauh dari kisaran Rp20.000-an per kg, sedangkan harga dari peternak berkisar Rp17.000 sampai Rp19.000 per kg.

Hal itu berbanding terbalik dengan harga ayam broiler yang bisa naik tinggi hingga Rp45.000 per ekor, tapi bisa turun drastis hingga menjadi Rp14.000 per ekor.

Mengibaratkan Telur Seperti Emas

Fluktuasi harga telur memang tidak bisa dielakkan, tetapi Idris yakin harga telur ayam grafiknya selalu naik seperti, harga emas.

Dia mencontohkan, harga emas Antam itu naik-turunnya tipis-tipis, tetapi hitungannya pasti naik setiap tahun. Seperti itu juga karakter bisnis ayam petelur tersebut. Apalagi, telur adalah kebutuhan pokok sehingga permintaannya akan selalu ada.

“Prinsip bisnis yang paling gampang adalah bisnis yang permintaannya tidak habis-habis. Salah satunya bisnis sembako seperti, telur. Kalau kata sales, telur ini dijual sambil tutup mata pun pasti laku,” katanya dengan yakin.

Keuntungan yang Diperoleh

Menjadi peternak ayam petelur sejak 1,5 tahun lalu, Idris mengklaim sudah meraup laba bersih sekitar Rp6 juta per bulan.

Dia mengatakan permintaan telur sangat tinggi sehingga dirinya kerap kehabisan pasokan. Alhasil, demi memenuhi permintaan pelanggan, dia pun merangkap menjadi agen telur juga.

“Jadi, saya juga jadi agen pemasar telur dari peternak lainnya juga,” ujarnya.

Dengan pendapatan 6 juta per bulan, Idris menceritakan bisnis ayam petelur tidak menghabiskan banyak waktu. Dia hanya menghabiskan 2 jam untuk mengurusi kandang beserta ayam petelurnya.

“Hitungannya, setengah jam kasih pakan ayam saat pagi, setengah jam lagi kasih pakan saat sore, setengah jam ngambilin telur, dan setengah jam sisanya untuk bersih-bersih. Sisa waktu lainnya bisa dipakai jalan-jalan,” ceritanya.

Hampir Bangkrut

Meskipun begitu, ada banyak tantangan untuk memulai bisnis ayam petelur tersebut. Salah satunya, persetujuan dari warga sekitar.

Idris sempat mendapatkan teguran dari tetangga karena bau kandang ayamnya menganggu warga sekitar.

Lalu, para peternak ayam petelur juga harus menjaga ayamnya terhindar dari penyakit, seperti flu burung. Untuk itu, ada biaya rutin vaksinasi dan vitamin.

Kemudian, volatilitas harga pakan juga menjadi tantangan yang cukup berat. Harga pakan ayam petelur sangat terpengaruh dari harga jagung. Ketika harga jagung naik, maka akan berpengaruh besar terhadap keberlanjutan bisnis ayam petelur tersebut.

Idris pun menceritakan dirinya pernah hampir bangkrut karena memutuskan untuk bongkar kandangnya. Keputusan bongkar kandangnya itu dilakukan untuk menata ulang agar lebih baik.

“Ya, namanya bisnis, urusan gagal atau untung itu dipikir nanti saja. Terpenting, ada ide harus langsung eksekusi saja. Jadi, mulai aja dulu,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Ahmad Rifai
Editor : Surya Rianto
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Infografik Lainnya

Berita Terkini Lainnya

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper