Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sinar Mas Jamah CCB Indonesia, Ini Kumpulan Aksi Akuisisi Jumbo Lainnya

Sinar Mas menjadi pembeli siaga right issue jumbo PT Bank CCB Indonesia Tbk. Jika bisa masuk menjadi mayoritas lewat rights issue, apakah Sinar Mas siap memperkuat bisnis perbankannya?

Bisnis.com, JAKARTA - Sinar Mas memberikan kejutan dengan menjadi pembeli siaga aksi rights issue jumbo PT CCB Indonesia Tbk. Dengan begitu, apakah Sinar Mas memberikan sinyal akan memperkuat lini usaha jasa keuangan, terutama bank?

CCB Indonesia mengumumkan rencana penerbitan saham baru sebanyak 32 miliar lembar. Jumlah itu bisa dibilang cukup jumbo karena jumlah saham barunya sebesar 192,4% dari jumlah saham yang beredar saat ini.

Artinya, jika Sinar Mas lewat PT Sinar Mas Multi Artha mengambil seluruh saham baru, paling banyak Grup konglomerasi itu bakal memegang 65,8% saham CCB Indonesia.

Namun, jika semua pemegang saham di atas 5% mengambil haknya, paling sedikit Sinar Mas bisa memiliki sebanyak 8,86%.

Jika dihitung dengan harga penutupan Selasa (22/10/2019), harga saham CCB Indonesia berada di kisaran Rp147 per saham. Artinya, jika Sinar Mas mau memborong saham baru CCB Indonesia 32 miliar lembar dengan harga pelaksanaan setara itu, mereka harus merogoh kocek Rp4,7 triliun.

Apabila, pemegang saham di atas 5% mengambil haknya, Sinar Mas hanya perlu merogoh kocek Rp633,44 miliar.

Saat ini, CCB Corporation menguasai 60% saham emiten berkode MCOR tersebut. Sisanya, dimiliki oleh Johnny Wiraatmadja 21,32%, Kiki Hamidjaja 5,21%, dan publik 13,47%.

Sampai semester I/2019, MCOR mencatatkan pertumbuhan kredit sebesar 5,18% menjadi Rp12,14 triliun dibandingkan dengan akhir 2018. Dari segi dana pihak ketiga (DPK), perseroan mencatatkan penurunan sebesar 2,36% menjadi Rp12,76 triliun.

Kinerja MCOR juga tengah kurang baik, pendapatan bunga bersih perseroan susut 9,74% menjadi Rp266,08 miliar dibandingkan dengan periode sama pada tahun lalu, sedangkan laba bersih susut 49,31% menjadi Rp19,78 miliar.

Dari sisi rasio kredit bermasalah kotor, MCOR mencatatkan penurunan menjadi 2,6% dibandingkan dengan 3,22% pada periode sama tahun lalu.

Saat ini MCOR masih berada di kelas bank umum kegiatan usaha (BUKU) II karena modal inti masih sekitar Rp2,14 triliun.

Sebelumnya, ketika CCB masuk ke MCOR saat masih bernama PT Bank Windu Kentjana Tbk., ada mimpi untuk bisa naik kelas ke Bank BUKU III dalam beberapa tahun ke depan. Salah satu strateginya adalah lewat rights issue.

Bank BUKU III adalah bank yang memiliki modal inti antara Rp5 triliun sampai Rp30 triliun.

Nah, mimpi naik kelas ke bank BUKU III juga dimiliki oleh Bank Sinarmas yang dimiliki oleh Sinar Mas Multi Artha.

Sejak 2017, Bank Sinarmas juga berencana untuk naik kelas ke bank BUKU III. Saat ini, modal inti emiten berkode BSIM itu masih Rp4,55 triliun. Butuh sekitar Rp500 miliar untuk bisa naik kelas ke Bank BUKU III.

Dari sisi kinerja sampai semester I/2019, kinerja Bank Sinarmas tengah dilanda tekanan kredit bermasalah. Bank milik grup Sinar Mas itu mencatatkan kenaikan rasio kredit bermasalah kotor menjadi 8,6% dibandingkan dengan 4,76% pada periode sama tahun lalu.

Meskipun begitu, pertumbuhan kredit perseroan tumbuh 11,86% menjadi Rp18,49 triliun dibandingkan dengan akhir 2018. Lalu, dana pihak ketiga perseroan juga melejit 25,6% menjadi Rp27,45 triliun.

Sayangnya, agresivitas Bank Sinarmas pada fungsi intermediasinya itu berbanding terbalik dengan hasil cuannya.

Dari segi pendapatan bunga bersih, Bank Sinarmas mencatatkan pertumbuhan sebesar 8,49% menjadi Rp1,19 triliun dibandingkan dengan periode sama tahun lalu, sedangkan laba bersih merosot tajam 90,19% menjadi Rp22,1 miliar.

Salah satu pos yang menekan laba bersih Bank Sinarmas adalah lonjakan beban oprasional selain bunga bersih menjadi Rp1,15 triliun dibandingkan dengan Rp808,61 miliar pada periode sebelumnya.

Pengalaman Sinar Mas di Bisnis Bank

Sinar Mas memang lebih terkenal dengan bisnis sawit maupun pulp and papernya, tetapi perusahaan yang didirikan oleh Eka Tjipta Widjaja itu juga punya kisah mengelola bisnis bank.

Semua itu bermula dari Sinar Mas yang memutuskan akuisisi Bank Internasional Indonesia (BII) pada 1982. Itulah titik awal Sinar Mas menjajal bisnis perbankan.

Sayangnya, kurang dari dua dekade, Sinar Mas harus rela melepas BII pada sekitar 2000-an akibat tragedi krisis moneter. BII masuk rekapitulasi Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) dan Sinar Mas selaku pemilik harus rela melepas seluruh kepemilikannya tersebut.

Kini BII sudah berganti nama menjadi PT Bank Maybank Indonesia Tbk.

Kehilangan BII bukan berarti meninggalkan trauma bagi Sinar Mas untuk mejajal bisnis perbankan. Pada 2005, Sinar Mas mengakuisisi PT Bank Shinta Indonesia dan mengubah namanya menjadi Bank Sinarmas setahun kemudian.

Bank Sinarmas pun melantai di bursa pada 2010 dengan harga penawaran Rp150 per saham.

Peluang Merger antara Bank Sinarmas dengan CCB Indonesia

Ketika muncul isu Sinar Mas akan menjadi pembeli siaga rights issue jumbo Bank CCB Indonesia, banyak yang membayangkan CCB Indonesia bakal dimerger dengan Bank Sinarmas.

Dari catatan Bisnis.com. Sinar Mas Multi Artha menegaskan belum ada rencana untuk melakukan merger antara CCB Indonesia dengan Bank Sinarmas jika aksi rights issue berjalan lancar.

Direktur Sinar Mas Multi Artha Dani Lihardja mengatakan belum ada rencana merger, bisa jadi keduanya akan berjalan secara masing-masing.

Apalagi, CCB selaku pemegang saham pengendali CCB Indonesia menegaskan dalam keterbukaan informasi kalau tidak ada perubahan pengendali maupun penggabungan usaha.

"Kami akan tetap menjadi pengendali," tulisnya dalam keterangan resmi tersebut.

Artinya, CCB masih berminat untuk mengambil haknya dalam aksi penerbitan saham baru kali ini.

Aksi Akuisisi Jumbo Sinar Mas

Dalam 10 tahun terakhir, ada dua aksi akuisisi mengejutkan dan cukup besar yang dilakukan oleh Sinar Mas. Salah satunya, ketika Sinar Mas menjadi pembeli siaga rights issue PT Mobile-8 Telecom.

Kala itu, Sinar Mas menggelontorkan dana sekitar Rp3,76 triliun untuk masuk ke operator bermerek Fren tersebut pada 2010. Dana itu pun digunakan untuk membeli PT Smart Telecom, perusahaan telekomunikasi milik Sinar Mas.

Setelah transaksi akuisisi operator bermerek Smart selesai, Sinar Mas menggabungkan Smart dengan Fren sehingga kini menjadi Smartfren pada 2011.

Empat tahun setelah Smartfren resmi merger, Sinar Mas membuat kejutan dengan menawarkan dana segar US$150 juta demi mendapatkan Asia Resource Minerals yang merupakan induk usaha PT Berau Coal Energy.

Pesaing Sinar Mas saat itu bukan kelas ecek-ecek, Konglomerasi asal Indonesia itu berhadapan dengan keluarga konglomerat berskala global, yakni Rothschild.

Namun, jumlah tawaran Rotschild lebih rendah dari Sinar Mas. Rotschild hanya menawarkan dana segar US$100 juta utnuk Asia Resources Mineral tersebut. Alhasil, Sinar Mas menjadi pemenang dan berhak atas anak usahanya juga, yakni Berau Coal Energy.

Secara total, kinerja konglomerasi Sinar Mas sepanjang semester I/2019 yang terdaftar di BEI dari segi pendapatan turun 0,63% menjadi Rp79,35 triliun dibandingkan dengan periode sama tahun lalu.

Namun, dari segi laba bersih masih naik tipis 1,85% menjadi Rp6,62 triliun. Lalu, dari segi aset, konglomerasi Sinar Mas mencatatkan kenaikan 2,42% menjadi Rp443,98 triliun dibandingkan dengan Desember 2018.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Oliv Grenisia
Editor : Surya Rianto
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Infografik Lainnya

Berita Terkini Lainnya

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper