Bisnis.com , JAKARTA – Dynamix menjadi awal baru bagi semen yang selama ini dikenal dengan nama Holcim. Perubahan nama tersebut seiring dengan rampungnya proses akuisisi mayoritas saham perusahaan yang awalnya bernama PT Semen Tjibinong.
Saat pertama kali didirikan pada 1971, Semen Tjibinong memproduksi semen dengan merek Semen Kujang dari pabriknya di Narogong, Jawa Barat. Pabrik dengan kapasitas 600.000 ton per tahun itu pun diresmikan secara langsung oleh Presiden Soeharto pada 1975.
Dalam perjalanan bisnisnya, Semen Tjibinong kemudian melantai di bursa saham dengan kode SMCB pada 1977, dan membuat PT Tirtamas Majutama menguasai 40% saham perusahaan pada 1988.
Pada 1993, Semen Cibinong mengakuisisi PT Semen Nusantara dan menjadikannya sebagai produsen semen nomor 3 terbesar di Indonesia. Langkah agresif juga dilakukan perusahaan dengan mengakuisisi 100% saham PT Semen Dwima Agung pada 1995.
Holcim Partisipation (Mauritius) Limited kemudian menguasai 77,33% saham SMCB pada 2001, dan kemudian dialihkan ke Holderfin BV pada 2005. Pengalihan saham itu kemudian membuat perusahaan berganti nama menjadi PT Holcim Indonesia Tbk.
Setahun kemudian, merek produk yang dipasarkan pun berganti nama menjadi Holcim dari yang sebelumnya Semenn Kujang.
Langkah agresif juga dilakukan pada 2016 dengan mengakuisisi PT Lafarge Cement Indonesia yang memproduksi Semen Andalas.
Januari 2019 menjadi babak baru bagi Holcim Indonesia, karena PT Semen Indonesia (Persero) Tbk. mengakuisisi 80,64% saham milik Holderfin BV melalui anak perusahaannya Semen Indonesia Industri Bangunan (SIIB).
Sebulan kemudian, nama perusahaan pun kembali berganti dari yang semula PT Holcim Indonesia Tbk., menjadi PT Solusi Bangun Indonesia Tbk.
Kemudian pada 22 April 2019, kepemilikan saham SIIB di SBI naik menjadi 98.3% melalui proses tender offer sesuai peraturan IDX/OJK.
Akhirnya, merek Holcim pun kembali berganti menjadi Dynamix pada September 2019, sebagai tanda dimulainya era baru dan perubahan menjadi lebih baik.