Bisnis.com, JAKARTA - Margin trading saham menjadi semarak bagi investor 'angkatan corona'. Istilah angkatan ini merujuk pada investor yang masuk pasar modal untuk berinvestasi saat pasar modal berda di titik terendah akibat kekhawatiran pandemi Covid-19 atau virus corona tidak tertangani.
Stimulus jumbo yang digelontorkan pemerintah dan bank sentral di seluruh dunia serta harapan penyelesaian wabah melalui vaksin membuat keadaan perlahan berbalik. Indeks harga saham gabungan (IHSG) yang jatuh hingga level 3900 per lahan pada triwulan II/2020 berbalik arah dan mencapai posisi sebelum pandemi menerjang pada awal 2021.
Seiring pembalikan harga saham itu, orang kaya baru tercipta. Pamer untung ratusan persen bahkan meyentuh seribu persen ditampilkan di media sosial. Bahkan sejumlah investor saham menggunakan fasilitas dari manajer investasi berupa pinjaman jangka pendek atau lebih dikenal dengan margin trading.
Fasilitas ini membuat investor dapat membeli saham lebih banyak dari modal yang dimiliki. Saat pasar melonjak ke zona hijau, kondisi ini melipatkan keuntunga.
Tentu pasar modal akan mencapai keseimbangan, saat banyak yang beli maka akan ada hari banyak yang jual. Pasar berbalik ke zona merah. Dampaknya, para investor transaksi marjin harus memikul beban ganda. Pasalnya, jika sampai jangka waktu perjanjian transaksi marjin dengan sekuritas belum dilunasi maka akan dilakukan jual paksa (forced sell).
Beban ganda berasal selain memikul rugi transaksi, saat yang sama harus membayar bunga dari uang yang dipinjamkan. Mari pahami transaksi marjin seperti dalam grafik di samping.