Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Manufaktur Indonesia Jeblok, antara Faktor Domestik dan Perlambatan Global

Kontraksi manufaktur Indonesia pada bulan lalu diwarnai faktor domestik dan perlambatan global. Simak infografiknya.

Bisnis.com, JAKARTA — Kelesuan manufaktur Indonesia pada bulan lalu diapit faktor domestik termasuk diantaranya kebijakan relaksasi impor dan pelemahan daya beli masyarakat, serta pelemahan industri dunia.

Di Asia, episentrum pelemahan tersebut berpusat di China, yang masih terseok-seok dengan pemulihan ekonomi serta krisis properti berkepanjangan.

PMI manufaktur Indonesia juga untuk pertama kalinya dalam 3 tahun terjun ke zona kontraksi di level 49,3 setelah melemah pada bulan-bulan sebelumnya. Sementara itu, PMI manufaktur China turun menjadi 49,8 pada Juli dari 51,8 bulan sebelumnya, pembacaan terendah sejak Oktober tahun lalu dan meleset dari perkiraan analis sebesar 51,5.

PMI manufaktur Jepang menurut Bank Jibun Jepang turun menjadi 49,1 pada Juli dari 50,0 pada Juni, turun di bawah ambang batas 50,0 yang memisahkan pertumbuhan dari kontraksi untuk pertama kalinya dalam tiga bulan.

Analis dari Goldman Sachs Group Inc. dan Bank of America Corp. memperkirakan penurunan manufaktur di China akan terus berlanjut, sebagian karena kondisi cuaca buruk yang membebani konstruksi. Goldman juga menunjuk pada harga komoditas dan produksi baja yang lebih rendah pada bulan Juli yang menandakan aktivitas pabrik yang lebih lemah.

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, dalam keterangan resminya telah mengeluhkan relaksasi impor sebagai biang keladi loyonya manufaktur dalam negeri, sejak berlakunya aturan relaksasi impor yang tertuang dalam Permendag No. 8/2024 pada Mei lalu.

"Posisi sektor manufaktur sudah sangat sulit karena kondisi global, termasuk logistik, sangat tidak menguntungkan bagi sektor ini. Oleh sebab itu, para menteri jangan mengeluarkan kebijakan yang justru semakin membunuh industri," kata Agus.

Executive Director Celios Bhima Yudhistira menilai pengetatan keran impor barang jadi serta guyuran insentif mendesak dilakukan untuk mendorong industri manufaktur kembali bergairah.

"Yang paling mendesak segera perketat keran impor barang jadi yang memiliki subsitusi lokal, berikan lebih banyak insentif ke industri yang padat karya khususnya tekstil pakaian jadi dan alas kaki," kata Bhima.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Reni Lestari
Editor : Reni Lestari
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Infografik Lainnya

Berita Terkini Lainnya

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper