Bisnis.com, JAKARTA -- Theresa May masih masih bisa bernafas lega setelah memenangkan pengambilan suara untuk posisi perdana menteri. Namun, hasil akhir proses Inggris keluar dari Uni Eropa masih belum ada titik terang.
Pada Senin (21/1/2019), May diwajibkan menyampaikan keputusan akhir skema Brexit yang akan diambil oleh Inggris. Sejumlah kemungkinan pun bermunculan mulai dari soft Brexit sampai no-deal Brexit.
May harus bergerak cepat untuk mengamankan rencana agar dapat diterima oleh seluruh anggota parlemen. Pasalnya, tenggat waktu pelaksanaan Brexit tinggal menyisakan 10 pekan lagi.
Perdana menteri Inggris itu bakal membuka pembicaraan konstruktif dengan para pimpinan partai. Tujuannya demi mendapat solusi pemecah kebuntuan Brexit.
Adapun, pihak oposisi menginginkan potensi referendum dan no-deal brexit dihapus dari kesepakatan.
"Pemerintah menyikapi pertemuan ini dengan semangat konstruktif dan saya ingin mendorong yang lain untuk bersikap serupa," ujar May kepada dewan rakyat di parlemen.
Sayangnya, upaya May untuk menyatukan suara terhambat oleh Partai Buruh yang dipimpin Jeremy Corbyn. Partai buruh menolak bernegosiasi dengan May.
Meskipun begitu, May tetap membuka ruang diskusi dengan para pimpinan Partai Demokrat Liberal, Partai Nasional Skotlandia, Partai Plaid Cymru (Wales), serta menyampaikan kekecewaannya terhadap Partai Buruh.
"Pintu saya terbuka jika dia [Corbyn] berubah pikiran," ujar May.
Inggris tengah mengalami kebuntuan dalam krisis politik akibat penolakan proposal Brexit pemerintah. Para pejabat di London maupun Brussel melihat kemungkinan terjadinya perpanjangan tenggat waktu dari rencana awal pada 29 Maret 2019.
Pada voting awal pekan ini, proposal kesepakatan antara Pemerintah Inggris dengan Uni Eropa hanya didukung oleh 202 dari 634 anggota parlemen yang hadir. Jumlah yang minoritas itu menjadi yang paling buruk bagi pemerintah Inggris di ranah parlemen pada zaman modern.
May pun tidak memiliki banyak pilihan selain mencoba rencana alternatif yang dapat menarik dukungan Partai Demokrat Liberal, Partai Nasional Skotlandia, Partai Plaid Cymru, dan Partai Buruh. Keempat partai itu lebih mendukung kelanjutan kerja sama Inggris dengan Uni Eropa.