Bisnis.com, JAKARTA -- Pasar dompet digital makin kompetitif. Namun, perannya mendorong inklusi keuangan tanah air masih butuh dukungan akses internet yang lebih merata.
Persaingan dompet digital makin memanas setelah himpunan bank negara membentuk LinkAja, yang terdiri dari gabungan dompet digital empat bank pelat merah bersama Telkomsel.
Saat ini, konsorsium itu tengah mengurus izin sistem pembayaran uang elektronik berbasis QR dan layanan keuangan digital ke Bank Indonesia.
Ekonom Indef Bhima Yudhistira mengatakan, dompet digital adalah bisnis padat modal sehingga pemainnya relatif terbatas.
Selain itu, perlombaan program promosi dan perang harga juga nyaris menutup celah bagi pemain baru untuk masuk ke bisnis ini.
Direktur PT Visionet Internasional (Ovo) Harianto Gunawan menanggapi dengan santai terkait kompetisi dompet digital yang kian ketat.
"Dengan adanya pemain baru, justru industri ini bisa semakin mendorong inklusi keuangan. Kami sangat mendukung yang namanya open ecosystem,"ujarnya.
Sayangnya, peran dompet digital untuk mendongkrak inklusi keuangan belum maksimal. Pasalnya, keberadaan dompet digital hanya terpusat di kota besar.
Padahal, Indonesia butuh peningkatan inklusi keuangan di daerah pedesaan. Namun, dompet digital yang memiliki ketergantungan dengan sinyal internet itu sangat kesulitan masuk wilayah desa.
Soalnya, akses dan kecepatan internet belum merata.
Ada salah satu contoh perusahaan teknologi finansial di Afrika bernama M-Pesa yang mampu mendorong inklusi keuangan di desa-desa.
Hal itu dapat terjadi karena penyedia jasa dompet digital asal Afrika itu bisa diakses tanpa melalui sambungan internet. Masyarakat pedesaan yang tidak memiliki telepon pintar dan tersambung internet pun bisa menikmatik layanan tersebut.