Bisnis.com, JAKARTA -- Harga tembaga bakal mendapatkan sentimen positif dari Indonesia. Penurunan produksi PT Freeport Indonesia dan PT Amman Mineral Nusa Tenggara menjadi faktor utamanya.
Produksi konsentrat tembaga Freeport Indonesia pada 2019 diprediksi turun 75% menjadi 1,2 juta ton dibandingkan dengan 2,1 juta ton pada tahun lalu.
Nantinya, 1 juta ton konsentrat tembaga akan dipasok ke PT Smelting di Gresik, Jawa Timur, sedangkan sisanya di ekspor.
Penurunan produksi itu terjadi karena Freeport Indonesia dalam masa transisi menuju penambangan bawah tanah.
Rekomendasi ekspor Freeport Indonesia bakal jatuh tempo pada Februari 2019. Sampai saat ini, Freeport Indonesia belum mendapatkan perpanjangan rekomendasi izin ekspor tersebut.
Di sisi lain, Amman Mineral Nusa Tenggara bakal mencatatkan penurunan produksi juga. Perseroan telah mengajukan kuota ekspor konsentrat tembaga untuk periode Februari 2019 - Februari 2020 sebanyak 336.000 ton.
Jumlah itu lebih rendah 25,47% dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 450.826 ton.
Penurunan produksi itu disebabkan oleh penyesuaian dalam operasional tambang. Penyesuaian itu diharapkan bisa membuat operasional tambang lebih efisien ke depannya.
Adapun, harga tembaga dinilai masih positif kendati sempat terjadi penurunan harga yang cukup tajam pada semester II/2018.
Ketua Indonesia Mining Institute Irwandy Arif mengatakan, prospek harga tembaga masih positif seiring permintaan yang cukup tinggi.
Sejalan dengan prospek itu, perundingan terkait perang dagang antara AS dengan China pun menjadi sentimen positif untuk harga tembaga.
Irwandy menuturkan, dampak penurunan produksi tembaga Freeport Indonesia dan Amman Mineral memang belum memberikan efek secara langsung ke harga tembaga dunia sampai akhir 2018.
"Mungkin, akan terlihat pengaruhnya pada 2019-2023 karena bila pasokan berkurang signifikan, harga pasti akan langsung naik," tuturnya.
Pada perdagangan Selasa (19/2), harga tembaga di London Metal Exchange (LME) naik 0,7% menjadi US$6.319 per ton.