Bisnis.com, JAKARTA -- Indonesia National Air Carriers Association tidak bisa menurunkan harga tiket pesawat secara cepat untuk semua rute. Ada pertimbangan mekanisme pasar dan kemampuan maskapai.
Penurunan harga tiket pada sejumlah rute memang sudah dilakukan sejak 10 Januari 2019. Namun, hingga saat ini masih ada beberapa rute yang belum mengalami penurunan harga yang signifikan.
Ketua Umum Indonesia National Air Carrier Association (INACA) I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra atau akrab disapa Ari Askhara menambahkan maskapai secara variatif membuka kembali kuota tarif murah sekitar 10%—30% dari total kapasitas kursi agar tiket pesawat kembali terjangkau bagi masyarakat. Bila kuota tersebut sudah habis terjual, dia menegaskan harga tiket sisanya akan kembali meningkat sesuai hukum permintaan.
Ari Askara menyebutkan terdapat beberapa rute yang masih memiliki permintaan tinggi sehingga maskapai belum bisa menurunkan harga tiketnya. Salah satu contohnya adalah Denpasar, Bali.
Menurutnya, maskapai layanan penuh (full service) yang menjual tiketnya mendekati batas atas saja masih bisa rugi. Adapun, maskapai biasanya mendapatkan sumber pendapatan selain tiket seperti periklanan atau bagasi.
Dia juga bisa memahami keputusan pemerintah yang tidak menaikkan tarif batas atas sejak 2016, kendati kinerja keuangan maskapai sudah terhimpit. Menjaga daya beli masyarakat menjadi alasan utama.
Padahal, lanjutnya, pada saat masa angkutan Natal dan Tahun Baru maskapai hanya menaikkan harga mendekati tarif batas atas (TBA). Maskapai layanan penuh sampai 90% dari TBA, sedangkan maskapai pelayanan minimum (no frills) maksimal 60% dari TBA.
“Maskapai memiliki kemampuan slot yang dijual lebih rendah berdasarkan subclass hingga 30% dari kapasitas. Mereka sudah menghitung, ini adalah batas kemampuan mereka agar tidak rugi,” ujar Ari Askhara
Saat maskapai sudah mulai menurunkan harga tiket atau transisi dari musim puncak (peak season) menuju musim rendah (low season) justru muncul banyak keluhan dari masyarakat. “Harga tiket penerbangan dijadikan isu nasional. Kondisi ini yang membuat saya enggak mengerti,” ujarnya.
Harga Tiket Pesawat dan Avtur
Ari Askhara yang kini menjabat Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. menyebutkan harga tiket penerbangan bisa semakin rendah jika harga bahan bakar bisa diturunkan.
Saat ini, komponen avtur memiliki porsi antara 30%—40% dari struktur biaya operasional maskapai. Sisanya, terdapat biaya sewa pesawat dengan porsi 20%, tarif kebandarudaraan 10%, dan perawatan pesawat.
Dia sudah beberapa kali melakukan pembicaraan dengan salah satu pemasok bahan bakar pesawat tersebut yaitu PT Pertamina (Persero). Namun, BUMN itu selalu mengklaim harganya masih lebih kompetitif dibandingkan dengan pemasok lain seperti Shell atau Air BP.
Menurutnya, harga avtur Pertamina yang diberikan kepada maskapai nasional sedikit lebih murah dibandingkan dengan pemasok lain dengan selisih hingga 2%. Alasan itu yang mendasari para maskapai nasional memilih untuk membeli avtur dari Pertamina.
“Kami meminta Pertamina bisa menurunkan harga hingga 10%. Kalau masyarakat minta maskapai menurunkan harga, tetapi harga komponen biayanya tidak turun, maka maskapainya yang rontok,” ujarnya.
Adapun, dari harga tersebut ternyata terdapat perbedaan antara yang dijual di internasional dengan domestik. Fakta tersebut didapatkan dari bukti tagihan Pertamina yang dikumpulkan oleh INACA.
Harga avtur yang diterapkan kepada maskapai nasional di bandara domestik memiliki selisih bervariasi antara 10%—16% dibandingkan dengan di bandara internasional negara lain.