Bisnis.com, JAKARTA— DPK industri perbankan per Juni 2025 mencapai Rp9.329 triliun, tumbuh 6,96% secara tahunan atau lebih moncer daripada realisasi pada Mei 2025.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae mengatakan pertumbuhan tahunan (year-on-year/YoY) dana pihak ketiga (DPK) ini dipimpin oleh giro.
“Giro, tabungan, dan deposito masing-masing tumbuh sebesar 10,35%, 6,84%, dan 4,19% YoY,” ujarnya dikutip dari keterangan resmi, Kamis (7/8/2025).
Mengacu pada Kementerian Keuangan, giro artinya simpanan yang dapat ditarik setiap saat menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya, atau dengan pemindahbukuan. Lalu, tabungan ialah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan dengan syarat yang telah disepakati. Terakhir, Bank Indonesia mencatat bahwa deposito merupakan simpanan yang penarikannya mengacu pada jangka waktu tertentu.
Pertumbuhan kali ini lebih agresif dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Dari keterangan OJK, DPK industri perbankan pada Mei 2025 menyentuh Rp9.072 triliun atau tumbuh 4,29% YoY. Capaian ini ditopang oleh giro yang tumbuh 5,57% YoY, tabungan yang naik 5,39% YoY dan deposito dengan 2,31% YoY.
Dari sisi jumlah rekening, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mencatat produk dengan jumlah rekening terbanyak berasal dari produk tabungan dengan 615,56 juta rekening atau 98,2%. Kemudian, diikuti dengan rekening giro sebanyak 5,56 juta atau 0,9%. Terakhir, rekening deposito dengan 5,58 juta atau 0,9%.
Lebih lanjut, berdasarkan distribusi nominal simpanan, jumlah rekening nasabah dengan simpanan hingga Rp100 juta mencapai 619,64 juta atau 98,9% dari total rekening. Berikutnya, simpanan dengan nilai lebih dari Rp200 juta hingga Rp500 juta menyentuh 2,29 juta atau setara dengan 0,4%.
Ada pula simpanan dengan nilai lebih dari Rp500 juta hingga Rp1 miliar yang tercatat pada 866.172 rekening. Selanjutnya, rekening dengan simpanan lebih dari Rp1 miliar hingga Rp2 miliar dengan jumlah 381.556 yang setara dengan 0,1%. Terakhir, dengan nilai simpanan paling besar, yakni kelompok di atas Rp5 miliar yang terekam pada 145.032 rekening.
Kemudian, berdasarkan kategori Kelompok Bank Berdasarkan Modal Inti (KBMI), KBMI 4 dengan modal inti lebih dari Rp70 triliun menjadi jawara dengan jumlah rekening 371,89 juta atau 59,3%. Pada kategori ini, terdapat Bank BCA, BRI, Bank Mandiri, dan BNI. Menariknya, KBMI 1 yang memiliki modal inti hingga Rp6 triliun mengekor dengan jumlah rekening nasabah 111,56 juta atau 17,8%.
Berikutnya, ada KBMI 3 dengan modal inti lebih dari Rp14 triliun hingga Rp70 triliun memiliki 74,13 juta atau 11,8%. Terakhir, terdapat KBMI 2 dengan modal inti lebih dari Rp6 triliun hingga Rp14 triliun dengan 69,18 juta rekening atau 11%.
Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menjelaskan bahwa pertumbuhan DPK ini terjadi di tengah kredit perbankan yang tumbuh melambat.
“Dari sisi penawaran, perkembangan ini dipengaruhi oleh perilaku bank yang cenderung berhati-hati dalam menyalurkan kredit, di tengah DPK yang tumbuh meningkat menjadi 6,96% [YoY] pada Juni 2025,” katanya dalam konferensi pers virtual, Rabu (16/7/2025).
Perry juga menyebut bahwa likuiditas perbankan masih terjaga, tecermin dari rasio alat likuid terhadap DPK (AL/DPK) sebesar 27,05% pada Juni 2025. Menurutnya, penyaluran kredit perbankan yang melandai bukan disebabkan permasalahan likuiditas, melainkan kecenderungan bank dalam menempatkan dana di surat berharga.
Dari perbankan, Direktur BCA John Kosasih menambahkan bahwa secara domestik, kondisi likuiditas perbankan membaik, ditandai dengan ketersediaan dana yang lapang dan tren penurunan suku bunga.
“Kalau kami perhatikan, mudah-mudahan di semester kedua ini belanja pemerintah dan proyek-proyeknya mulai berjalan. Ini akan membantu menstimulasi pertumbuhan ekonomi lebih lanjut,” tutur John.
Dia optimistis bahwa dukungan dari sisi fiskal akan memberi ruang gerak lebih besar bagi sektor riil dan pada akhirnya turut menopang kinerja perbankan nasional di tengah tekanan eksternal.
Di sisi lain, EVP Corporate Communication & Social Responsibility BCA Hera F. Haryn menyatakan terus melakukan edukasi kepada nasabah yang memiliki rekening tidak aktif agar lebih sadar untuk memanfaatkan fasilitas yang dimiliki. Hal itu menyusul adanya polemik terkait pemblokiran rekening nganggur atau dormant oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Meski demikian, Hera menekankan bahwa keputusan untuk tetap menyimpan dana tabungan pada rekening sepenuhnya dikembalikan kepada nasabah.
Seperti diketahui, PPATK telah memblokir sebanyak 31 juta rekening dormant atau rekening tak aktif pada periode 2025. Rekening-rekening tersebut 'menganggur' di atas lima tahun.
Sementara itu, ada beberapa temuan PPATK terkait rekening menganggur. Pertama, 150.000 rekening diduga pernah dialiri dana ilegal sebelum dinyatakan dormant. Kedua, rekening dormant penerima bantuan sosial (bansos). Lembaga intelijen keuangan itu menemukan bahwa lebih dari 10 juta rekening penerima bantuan sosial yang tidak pernah dipakai selama lebih dari 3 tahun. Dana bansos sebesar Rp2,1 triliun hanya mengendap sehingga menunjukkan indikasi penyaluran belum tepat sasaran.
Ketiga, lebih dari 2.000 rekening milik instansi pemerintah dan bendahara dengan total dana di rekening itu Rp500 miliar.