Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Hanya Diminati Konglomerasi Besar, Ini Prospek Keuntungan Pembangkit Listrik

Proyek pembangkit listrik memiliki potensi keuntungan yang cukup besar, tetapi sejauh ini para pemainnya hanya berasal dari konglomerasi besar. Apa penyebabnya?

Bisnis.com, JAKARTA -- Prospek bisnis pembangkit listrik masih dikuasai oleh beberapa konglomerat. Kebutuhan modal yang tinggi menjadi alasan tidak sembarang orang masuk proyek tersebut.

Direktur Eksekutif Institute For Essential Sevices Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan, bisnis pembangkit listrik memiliki potensi keuntungan yang besar.

Bisnis pembangkit menguntungkan karena kontrak perjanjian jual beli listrik diteken untuk jangka panjang selama 20-25 tahun.

"Perhitungan tingkat pengembalian investasi biasanya sudah dijamin sesuai dengan tarif yang disepakati," ujarnya kepada Bisnis pada Minggu (24/2).

Pengembalian investasi proyek pembangkit listrik diperkirakan setelah 7 tahun sampai 8 tahun beroperasi.

"Apalagi, biaya operasi dan perawatan pembangkit untuk energi terbarukan relatif kecil," ujarnya.

Namun, para pengembang pembangkit harus melakukan investasi yang efisien dan bunga kredit rendah jika ingin merasakan cuan maksimal pada proyek tersebut.

Hal itu membuat lebih banyak perusahaan konglomerasi besar yang berkecimpung di proyek pembangkit. Pasalnya, konglomerasi besar memiliki akses kredit perbankan yang lebih baik dan bisa mendapatkan pinjaman dengan bunga kompetitif.

"Investasi pembangkit memang besar, jadi semakin besar kapasitas pembangkit berarti kebutuhan modal juga tinggi," ujar Fabby.

Prospek Permintaan Listrik

Selain itu, prospek keuntungan proyek pembangkit listrik cukup cerah jika melihat tingkat permintaan di Indonesia.

Senior Vice President Royal Investium Sekuritas Janson Nasrial mengatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan langsung mengerek permintaan listrik, dan ini membuka peluang pembangunan pembangkit baru untuk menambah kapasitas listrik terpasang.

Head of Equity Trading MNC Sekuritas Medan Frankie Wijoyo menilai konsumsi listrik per kapita Indonesia masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan negara Asia lainnya. Dengan demikian, potensi permintaan listrik masih bisa tumbuh sangat besar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Infografik Lainnya

Berita Terkini Lainnya

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper