Bisnis.com, JAKARTA - Prajogo Pangestu muncul sebagai orang terkaya ke-10 di Indonesia menurut Forbes hingga 7 November 2019. Namanya cenderung asing dibandingkan dengan sosok keluarga Djarum, Salim, Sinar Mas, sampai Lippo. Namun, kekayaannya kini sudah melewati Mochtar Riady dari Grup Lippo yang bertengger di peringkat ke-12 terkaya di Indonesia.
Nama Prajogo Pangestu sangat identik dengan industri petrokimia. Soalnya, pria asal Kalimantan itu adalah pemilik PT Barito Pacific Tbk. yang memiliki anak usaha PT Chandra Asri Petrochemical Tbk.
Nah, nama Barito Pacific lah yang membuat Prajogo Pangestu melambung ke peringkat 10 orang terkaya di Indonesia.
Dari data Forbes pada periode 2016-2019, kekayaan Prajogo sudah meningkat sekitar 250%. Kini, kekayaan Prajogo sudah tembus US$6,3 miliar dibandingkan dengan US$1,8 miliar pada Maret 2017.
Salah satu yang membuat kekayaan Prajogo melejit dalam setengah dekade terakhir adalah lonjakan harga saham BRPT yang melesat ke angkasa pada 2016.
Dari laporan tahunan 2016, harga saham BRPT [sebelum Stock Split 2017 dan 2019] melejit 1.026% menjadi Rp1.465 per saham dibandingkan dengan Rp130 per saham pada akhir 2015.
Konon, saat itu Prajogo menjadi miliarder dengan kenaikan kekayaan terbesar di dunia.
Selaras dengan lonjakan sahamnya yang luar biasa, BRPT pun memutuskan untuk melakukan pemecahan nilai saham atau stock split 1:2 pada pertengahan 2017. Alhasil, nilai saham BRPT yang berada di level Rp2.800 per saham menjadi tinggal setengahnya Rp1.400-an per saham.
Setelah stock split, harga saham BRPT tidak lantas menjadi lesu. Justru, harga sahamnya terus melejit hingga tembus Rp2.260 per saham pada akhir 2017.
Memasuki 2018, harga saham BRPT lanjut menguat ke level Rp2.390 per saham. Tren harga emiten milik Prajogo itu terus melejit hingga pertengahan 2019. Pada Juli 2019, harga sahamnya sempat tembus Rp3.660 per saham.
BRPT pun memutuskan untuk pemecahan nilai saham lagi sebesar 1:5 pada Agustus 2019. Kini, harga saham BRPT berada di level Rp980 per saham dengan kapitalisasi pasar Rp87,68 triliun dan Price earning ratio (PER) 62,66 kali [sampai perdagangan Jumat 08/11/2019 Pukul 11:15 WIB]
Prajogo Pangestu Sempat Gagal di Jakarta
Melihat Prajogo yang kini menjadi orang terkaya ke-10 di Indonesia, tak pernah terbayangkan kalau dia berasal dari masyarakt biasa-biasa saja.
Anak dari penyadap karet ini sempat mencoba mengadu nasib ke Jakarta pada 1960-an, tetapi lulusan Sekolah Menengah Ekonomi Akutansi Singkawang itu gagal dapat pekerjaan.
Memilih pulang kampung, Prajogo pun pilih menjadi supir angkutan umum. Entah sudah jalan hidupnya, dia bertemu dengan Burhan Uray, pemilik Grup kayu Djajanti Timber.
Pertemuan itu menjadi titik balik hidup Prajogo. Dia bergabung dengan perusahaan Burhan Uray itu untuk mengurus hak pengusahaan hutan.
Delapan tahun kemudian, Prajogo mendapatkan posisi General Manager di PT Nusantara Plywood di Gresik, Jawa Timur. Namun, Prajogo hanya bertahan setahun di sana, setelah itu dia memutuskan berbisnis sendiri dengan membeli CV Pacific Lumber Coy.
CV Pacific Lumber Coy ini adalah cikal bakal Barito Pacific. Namun, sebelum menjadi Barito Pacific, perusahaan itu berubah nama menjadi PT Bumi Raya Pura Mas Kalimantan dengan lini usaha kehutanan dan perkayuan.
Barito Pacific yang Sempat Terhantam Krisis Moneter
Prajogo memutuskan membawa Bumi Raya Pura Mas Kalimantan melantai di bursa efek Jakarta (BEJ) dengan harga penawaran Rp7.200 per saham pada 1993. Tiga tahun melantai di bursa, nama perusahaannya pun berubah menjadi PT Barito Pacific Timber Tbk.
Sayangnya, Barito tetap terjerat serangan krisis moneter pada 1998. Kala itu, kapitalisasi pasar Barito anjlok dari US$5 miliar menjadi US$3 juta.
Tak hanya itu, beberapa perusahaan yang dimilikinya seperti, PT Chandra Asri dan PT Tri Polyta Indoensia Tbk. terlilit utang.
Kinerja Pendapatan PT Barito Pacific Tbk. (dalam ribuan dolar AS) | |||
---|---|---|---|
Sumber Pendapatan | Semester I/2018 | Semester I/2019 | % |
Petrokimia* | 1.280.563 | 1.047.659 | -18,18 |
Energi dan Sumber Daya Listrik | 111.138 | 103.368 | -6,99 |
Sewa Energi | 73.499 | 71.181 | -3,15 |
Uap | 53.782 | 48.811 | -9,24 |
Carbon Credit | 44 | - | - |
Sewa Tanki dan Dermaga | 5.536 | 6.002 | 8,41 |
Sewa Properti dan Hotel | 2.042 | 1.790 | -12,34 |
Industri Pengolahan Kayu | 1.911 | 1.892 | -0,99 |
sumber: Laporan keuangan semester I/2019
Prajogo harus membayar utang Chandra Asri US$1,8 miliar, sedangkan nasib Tri Polyta Indonesia malah gagal bayar utang. Hal itu membuat Chandra Asri sempat diambil alih oleh pemerintah dan ada beberapa kemelut terkait kepemilikan saham di perusahaan petrokimia tersebut.
Namun, Prajogo tampaknya masih enggan melepas Chandra Asri. Dia pun mengambil penuh kepemilikan Chandra Asri lewat Barito Pacific pada 2007.
Tak hanya itu, setahun kemudian Prajogo mengambil alih 64,65% saham Tri Polyta Indonesia (TPIA) senilai Rp1,07 triliun.
Tiga tahun kemudian, Chandra Asri dimerger dengan Tri Polyta Indonesia menjadi PT Chandra Asri Petrochemical Tbk. atau berkode emiten TPIA.
Aksi akuisisi terbesar Barito lainnya terjadi pada 2018. Perusahaan milik Prajogo itu mengambil alih 66,67% saham Star Energy Group Holdings Pte., Ltd., pada 2018. Untuk mendanai aksi itu, BRPT menerbitkan saham baru senilai Rp8,9 triliun.
Kini, Barito memiliki enam lini bisnis utama yang dijalaninya, yakni petrokimia, energi, lem, properti, perkebunan, dan perkayuan. Di luar 6 lini usaha itu, Barito juga memiliki 13 perusahaan yang bergerak di lini usaha lainnya.