Bisnis.com, JAKARTA - Dunia tengah menghadapi krisis iklim, dengan emisi gas rumah kaca (GRK) yang menyebabkan peningkatan suhu global dan peristiwa cuaca ekstrem. Sebagai perusahaan minuman terkemuka, Coca-Cola Europacific Partners Indonesia (CCEP Indonesia) berkomitmen untuk berkontribusi mengurangi emisi dan berkolaborasi di seluruh rantai nilainya untuk memitigasi perubahan iklim.
Strategi Keberlanjutan CCEP
Menangani perubahan iklim merupakan hal sentral dari rencana aksi keberlanjutan CCEP Indonesia, "This is Forward." Selaras dengan harapan masyarakat, strategi bisnis jangka panjang ini menetapkan komitmen tentang iklim, kemasan, air, minuman, rantai pasokan, dan dampak pada komunitas. Pada pilar iklim, CCEP bertujuan untuk beralih ke energi 100% terbarukan dan mengurangi emisi GRK rantai nilai sebesar 30% pada tahun 2030.
Memimpin Melalui Inovasi
Prioritas utama adalah meningkatkan kandungan daur ulang dalam kemasan. Bekerja menuju 100% botol PET daur ulang membantu mewujudkan ekonomi sirkular sekaligus mengurangi jejak karbon. Di Indonesia, CCEP telah meluncurkan botol yang terbuat dari 100% PET daur ulang (tidak termasuk tutup dan label) untuk merek termasuk Coca-Cola, Fanta dan Sprite. Ini secara signifikan mengurangi ketergantungan pada plastik baru dan emisi karbon. Botol daur ulang diproduksi di fasilitas daur ulang kelas dunia yang didirikan oleh Coca-Cola Europacific Partners Indonesia dan mitra Dynapack Asia di Bekasi, Jawa Barat. Fasilitas ini juga rumah bagi Yayasan Mahija Parahita Nusantara, inisiatif penting yang dipimpin CCEP untuk memajukan hasil sirkular untuk kemasan PET di Indonesia melalui pengumpulan berkelanjutan dan stabilitas pasokan bahan baku daur ulang.
Pemberdayaan Masyarakat Lokal
Di area operasi CCEP, CCEP bertujuan untuk memberdayakan masyarakat sekitarnya. Di Indonesia, ini berarti memberikan pelatihan keterampilan, jaringan dan peluang ekonomi untuk membangun ketahanan, kepercayaan diri dan pertumbuhan ekonomi. Berkolaborasi pemangku kepentingan utama dari pemerintah, bisnis, akademisi dan masyarakat sipil melalui model kolaborasi sembilan pemangku kepentingan utama atau disebut "Nona-Helix", CCEP menerjemahkan keberlanjutan ke dalam aksi lokal nyata dengan memastikan tidak ada siapapun yang tertinggal.