Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Di Balik Kesuksesan BreadTalk, Ini Kisah Hidup Pendirinya

George Quek memang sukses besar menjalankan bisnis toko roti BreadTalk. Bahkan, dia sudah ekspansi ke beberapa negara, termasuk Indonesia. Namun, sebelum sukses seperti saat ini, Quek memiliki jalan panjang yang berliku. Ini Kisahnya

Bisnis.com, JAKARTA -- George Quek menjadi sosok di balik nama besar BreadTalk. Pria asal Singapura itu bersama istrinya Katherine Lee mendirikan toko roti yang terkenal hingga ke INdonesia pada 24 April 2000. . 

Outlet pertama BreadTalk hadir di Bugis Junction, Singapura, pada 1 Juli dan BreadTalk Group Limited sebagai investment holding public company hadir pada 6 Maret 2003.

Namun jauh sebelum itu, Quek punya perjalanan yang berliku sebelum akhirnya roti BreadTalk bisa tersebar luas di berbagai negara.

Dikutip dari National Library Board Singapore, Quek bukan berasal dari anak konglomerat. Ayahnya bekerja sebagai petani sayur yang lanjut menjadi pelaut, sedangkan ibunya berstatus ibu rumah tangga.

Semasa bocah, Quek adalah sosok pemalu, dia tidak menyukai gaya sekolah yang kaku dengan berbagai aturan. Jiwanya yang kreatif sudah dapat tercium dari jumlah penghargaan yang diraih dalam beragam kompetisi seni.

Usai menamatkan sekolah di Xinming Secondary School, dia mengikuti kelas Singapore Art Academy. Namun, dia harus bekerja sebagai teknisi listrik untuk membiayai pendidikannya tersebut.

Menginjak umur 20 tahun, Quek mengikuti dinas militer selama 5 tahun dengan pangkat terakhir sersan mayor.

Jalan hidupnya memasuki babak baru saat memutuskan pergi ke Hong Kong dan bekerja di sebuah toko kerajinan di Parklane Shopping Mall. Di sini, dia membuat ukiran kayu, ukiran logam, hingga berdagang permen jenggot naga.

Nah, di sana Quek bertemu dengan Katherine Lee Lih Leng, supervisornya yang kelak menjadi istrinya.

Petualangan di Taiwan

Pada 1982, Quek memilih hijrah ke Taiwan dengan tujuan melanjutkan pendidikan seni di sebuah lembaga terkenal. Namun, dia masih terbayang-bayang dengan manisan kumis naga.

Quek pun membuat keputusan serius, dia mengajak Katherine Lee untuk mendirikan kios permen jenggot naga di pusat perbelanjaan Taipei. Untuk memulai usahanya, dia meminjam uang dari ayahnya.

Bisnis Quek dan Katherine ini berkembang tidak terlalu pesat, tetapi mereka melakukan pengembangan dari segi pemasaran yang makin intensif dan penyesuaian harga. Alhasil, bisnis permen Quek tumbuh hingga bisa menambah 5 cabang dan mencatat penjualan senilai US$240.000 per bulan.

Kesuksesan itu membuat Quek gatal menyicipi bisnis kuliner lainnya. Dia pun memutuskan jualan jajanan khas Singapura yakni, mie babi cincang atau bak chor mee ke pasar Taiwan.

Bahkan, Quek sampai pulang kampung ke Negeri Singa buat belajar membuat mie tersebut.

Dengan modal US$100.000, dia mulai menjajakan mie babi cincangnya. Quek pun menamai kedai mienya di Taiwan dengan sebutan Singa.

Sayangnya, kesuksesan permen kumis naga tidak menular ke kedai mie babi cincangnya. Kedainya tutup setelah beroperasi tiga bulan karena pengelolaan bisnis yang buruk.

Namun, Quek tidak menyerah begitu saja. Dia kembali membangkitkan kedai Singanya itu dengan konsep yang berbeda.

Kali ini, dia menggandeng koki berpengalaman dan memperbanyak varian menu seperti, sate, nasi ayam Hainan, mie udang, ditambah dengan adaptasi resep yang sesuai dengan lidah Taiwan. 

Nah, Quek menuai hasilnya kali ini, kedai Singa sukses besar. Kedai Singa bisa ekspansi dengan memiliki 21 cabang.

Selama di Taiwan, Quek juga sempat bisnis es krim selama 9 bulan. Lini bisnis es krimnya itu memiliki 3 cabang dan bisa disebut cukup sukses.

Pulang Kampung

Namun, Quek harus meninggalkan Taipei dan pulang kampung ke Singapura pada 1993. Dia juga menjual semua bisnisnya di sana.

Balik ke Negeri Singa bukan berarti Quek menjauh dari dunia kuliner. Dia bersama mitra dari Taiwan justru memulai perusahaan rintisan jejariing foodcourt yang disebut Food Junction. Selama 8 tahun berjalan, Food Junction sudah memiliki 14 foodcourt di seluruh Singapura.

Namun, Quek memutuskan undur dari dari posisi Direktur Pengelola Food Junction. Dia memilih buka lembaran baru dengan membangun toko roti.

Dia membangun toko roti bernama BreadTalk. Ide membuat BreadTalk itu lahir setelah Quek mengamati roti-roti berkualitas tinggi di Jepang dan Taiwan.

Dia melihat ada peluang dalam menjual roti yang masih hangat dengan visual kreatif dan menarik. Konsep dapurnya pun dibuat terbuka sehingga pelanggan bisa melihat proses pembuatan roti.

Tak disangka, ide bisnis roti yang masih hangat dan tanpa bahan pengawet itu laku keras.  Bread Talk lewat entitas induk usahanya BreadTalk Group Limited  melantai di Bursa Singapura pada 4 Juni 2003.

Kini, BreadTalk melakukan diversifikasi lini usahanya dengan menjajakan makanan lainnya seperti, Toast Box, Food Republic, Din Tai Gung, dan sebagainya.

Teranyar, Quek menargetkan tambah 2.000 gerai BreadTalk baru pada tahun 2020.

Pada perdagangan hari ini Selasa (12/3/2019), harga saham BreadTalk naik 0,11% menjadi 0,88 dolar Singapura dengan total kapitalisasi pasar senilai 493,3 juta dolar Singapura. 

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Ahmad Rifai
Editor : Surya Rianto
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Infografik Lainnya

Berita Terkini Lainnya

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper