Bisnis.com, JAKARTA— Setelah penolakan 5G Huawei di Inggris, ternyata beberapa pengembang teknologi yang sama mulai dilirik. Persaingan untuk memasang teknologi generasi kelima itu pun semakin sengit.
Dari data yang dikumpulkan Bisnis, setidaknya terdapat enam negara yang telah menyatakan larangan pemasangan 5G oleh Huawei. Keenam negara tersebut yakni Australia, Selandia Baru, Jepang, Amerika Serikat, Kanada dan yang terbaru, Inggris.
Menariknya, selang menyatakan penolakannya terhadap Huawei, Inggris mendekati beberapa perusahaan yang juga melakukan riset guna menggarap bisnis 5G. NEC dan Fujitsu disebut tengah didekati untuk memasang teknologi tersebut di Tanah Britania Raya.
Bloomberg menyebut bahwa Pemerintah Inggris telah memberitahukan kepada Huawei Technologies Co. terkait dengan pelarangan pemasangan peranti jaringan inti 5G. Media lokal The Observer menuturkan bahwa dorongan pelarangan terhadap Huawei berasal dari gerakan Amerika Serikat untuk mengajak negara lain melakukan penutupan akses bagi perusahaan teknologi asal China itu.
Keputusan untuk menyuruh Huawei angkat kaki dari Inggris pada 2021 itu bakal ditinjau ulang bila Presiden Amerika Serikat Donald Trump gagal dalam pemilu tahun ini dan Negeri Paman Sam juga memperlonggar kebijakan terhadap perjanjian dagang dengan China.
Padahal, sebelumnya Pemerintah Inggris telah menyebutkan alasan keputusan itu yang berasal dari uji teknis yang dilakukan Pusat Keamanan Siber Nasional.
The Observer pun menuturkan bahwa para bos Huawei telah mengetahui pembicaraan dengan Pemerintah Inggris soal peluang pengkajian ulang keputusan itu.
Di tengah gelombang penolakan terhadap teknologi 5G Huawei, Nikkei Asia Review, pada Senin (20/7/2020) menyebutkan bahwa Singapura bahkan meneken kerja sama pengembangan 5G dengan Ericsson dan Nokia. Konsorsium Singapore Telecommunications dan StarHub-M1 yang bermitra dengan kedua perusahaan itu berharap agar layanan bisa dimulai pada Januari 2021.
Sebagai imbasnya, Huawei kehilangan pasar di Singapura yang merupakan negara paling kaya dan maju di Asia Tenggara. Adapun, operator telekomunikasi di Asia Tenggara saat ini bersiap meluncurkan layanan 5G karena situasi terkini menunjukkan tingginya kebutuhan industri dan komesial terhadap infrastruktur internet super cepat.
Advanced Info Service, operator telekomunikasi di Thailand menyatakan bahwa pada Mei pihaknya mengalokasikan US$1,2 miliar untuk investasi pada ekspansi jaringan 5G. Lalu, di Vietnam, tiga operator telekomunikasi besarnya yakni Viettel, MobiFone, and Vietnam and Telecommunications Group (Vinaphone) juga menyelesaikan uji coba 5G pada April.
Huawei yang menawarkan harga setidaknya 30 persen lebih murah dibandingkan dengan Ericsson dan Nokia telah bekerja sama dengan AIS operator asal Thailand. Huawei pun menggandeng Maxis, operator asal Malaysia juga Globe Telecom, asal Filipina untuk uji coba layanan 5G.
Meskipun persaingan cukup ketat di Asia Tenggara, perusahaan bakal mencari peluang di pemasangan jaringan tingkat kota di Singapura.
“Kami akan membangun rekam jejak di Singapura, mendukung konsumen kami karena mereka berinvestasi pada jaringan 5G, meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan membantu Singapura bersaing secara global,” ujar juru bicara Huawei.
Periset di Frost&Sullivan, Sofea Zulkarnain mengatakan keputusan Singapura dalam memilih mitra pengembangan 5G tak berpengaruh banyak.
“Kemungkinan memiliki dampak kecil atau tak ada dampak sama sekali terhadap persaingan 5G Huawei secara global,” katanya.
Adapun, Singtel bukanlah pemain yang unggul di Singapura melainkan berpengaruh di Asia. Singtel memiliki saham di AIS, Global Telecom, Telkomsel dari Indonesia dan Bharti Airtel di India.